https://jkh.unram.ac.id/index.php/jkh/issue/feedJurnal Kompilasi Hukum2025-12-05T14:57:55+08:00Junral Kompilasi Hukum[email protected]Open Journal Systemshttps://jkh.unram.ac.id/index.php/jkh/article/view/261Perkembangan Bank Syariah Indonesia (BSI) Dalam Mendukung Pertumbuhan Usaha Mikro Kecil Dan Menengah2025-10-09T14:01:57+08:00Sri Hariati[email protected]<p>Artikel ini membahas peran strategis Bank Syariah Indonesia (BSI) dalam mendorong pertumbuhan sektor Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) di Indonesia. Melalui pendekatan pembiayaan berbasis prinsip syariah, BSI telah mengembangkan berbagai produk dan layanan keuangan yang inklusif dan berkelanjutan bagi pelaku UMKM. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif dengan analisis data sekunder dari laporan keuangan, publikasi resmi BSI, dan kebijakan pemerintah terkait pembiayaan syariah. Hasil kajian menunjukkan bahwa BSI mengalami peningkatan signifikan dalam penyaluran pembiayaan UMKM, khususnya melalui skema akad murabahah, ijarah, dan musyarakah. Selain itu, digitalisasi layanan dan pendampingan usaha turut memperkuat daya saing UMKM binaan BSI. Artikel ini menyimpulkan bahwa perkembangan BSI tidak hanya berkontribusi terhadap inklusi keuangan syariah, tetapi juga menjadi katalisator pertumbuhan ekonomi kerakyatan di Indonesia.</p>2025-11-15T00:00:00+08:00Copyright (c) 2025 Sri Hariatihttps://jkh.unram.ac.id/index.php/jkh/article/view/285Rekonstruksi Konsep Makar Dalam Kuhp Nasional (Perbandingan KUHP Lama Terhadap Pengaturan Pemberontakan)2025-11-25T15:13:25+08:00Yuni Ristanti[email protected]Febrihadi Suparidho[email protected]<p>Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) di Indonesia saat ini masih menggunakan warisan hukum kolonial Belanda yang tidak sepenuhnya sesuai dengan nilai dan falsafah bangsa Indonesia. Pembaharuan KUHP telah dilakukan dan KUHP Nasional baru resmi diberlakukan pada tahun 2026. Dalam konteks tindak pidana keamanan negara, KUHP lama membedakan antara makar dan pemberontakan, sedangkan KUHP baru mengintegrasikan pemberontakan ke dalam tindak pidana makar. Studi ini membandingkan pengaturan makar dan pemberontakan antara KUHP lama dan KUHP baru, menganalisis pergeseran konsep dan unsur, serta implikasinya terhadap ketentuan hukum, termasuk pengaturan niat dan tindakan kolektif. Penelitian normatif komparatif ini juga mencermati dampak pembaruan KUHP terhadap perlindungan hak asasi dan demokrasi. Hasil analisis menunjukkan KUHP baru membawa penegasan dan modernisasi konseptual makar sebagai kejahatan politik dan tindak pidana terhadap kedaulatan negara, sekaligus menimbulkan tantangan terkait kepastian hukum dan kebebasan berekspresi.</p> <p><em>Keyword: Treason, Rebellion, National Criminal Code, State Security</em></p>2025-12-03T00:00:00+08:00Copyright (c) 2025 Yuni Ristanti, Febrihadi Suparidhohttps://jkh.unram.ac.id/index.php/jkh/article/view/280Reformasi Sistem Peradilan Perpajakan Di Indonesia: Tantangan Dan Peluang Dalam Transisi Kewenangan2025-11-29T12:00:05+08:00Yolanda Fitri Windia[email protected]Dian Alya[email protected]Febrio Dosi Pratama[email protected]<p>Transisi kewenangan Pengadilan Pajak ke Mahkamah Agung merupakan perubahan struktural penting dalam sistem peradilan perpajakan di Indonesia yang bertujuan memperkuat prinsip independensi peradilan. Penelitian ini bertujuan menganalisis implikasi transisi tersebut terhadap independensi lembaga peradilan serta potensi kesenjangan keadilan bagi wajib pajak. Metode yang digunakan adalah pendekatan yuridis normatif dengan penelaahan terhadap peraturan perundang-undangan, doktrin hukum, dan kebijakan terkait tata kelola peradilan perpajakan. Hasil kajian menunjukkan bahwa integrasi Pengadilan Pajak di bawah Mahkamah Agung berpotensi meningkatkan akuntabilitas, konsistensi pengawasan, dan keseragaman standar putusan. Namun, di sisi lain, peralihan ini juga menimbulkan tantangan berupa keterbatasan keahlian teknis perpajakan pada tingkat peradilan umum serta risiko berkurangnya aksesibilitas dan perlindungan hak bagi wajib pajak. Oleh karena itu, penguatan kapasitas dan kompetensi aparatur peradilan, khususnya dalam bidang hukum pajak, menjadi prasyarat penting agar tujuan independensi peradilan dapat tercapai tanpa mengorbankan prinsip keadilan substantif..</p>2025-12-01T00:00:00+08:00Copyright (c) 2025 Yolanda Fitri Windia, Dian Alya, Febrio Dosi Pratamahttps://jkh.unram.ac.id/index.php/jkh/article/view/271Kedudukan Hukum Perjanjian Elektoral dalam Program PTSL dan Implikasinya terhadap Kepastian Hak Atas Tanah di Indonesia2025-11-03T14:51:31+08:00Ahmad Ramdani Chairi[email protected]Reni Anggriani[email protected]<p>Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana kedudukan hukum perjanjian elektoral dalam program ptsl dan implikasinya terhadap kepastian hak atas tanah di indonesia. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian yuridis normatif dengan menggunakan pendekatan perundang-undangan dan pendekatan konseptual. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaturan normatiftentang bagaimana kedudukan hukum perjanjian elektoral dalam program ptsl dan implikasinya terhadap kepastian hak atas tanah di indonesia. Bahan hukum yang dipakai adalah bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier. Bahan hukum yang ada dikumpulkan melalui studi kepustakaan, yang selanjutnya dianalisis secara normatif untuk menjawab permasalahan yang dikaji. Hasil dari penelitian ini adalah Perjanjian elektoral dalam (PTSL) menimbulkan benturan antara hukum perdata dan hukum agraria. Secara perdata sah menurut Pasal 1320 dan 1338 KUH Perdata, tetapi secara agraria tidak sah karena tidak dibuat melalui akta PPAT sesuai UUPA dan PP No. 24 Tahun 1997. Kondisi ini merugikan pemilik tanah, pihak ketiga, dan negara. Diperlukan perlindungan hukum preventif dan represif serta regulasi tegas untuk menutup kekosongan hukum agar tujuan (PTSL), yaitu kepastian hukum dan keadilan pertanahan dapat tercapai.</p>2025-11-15T00:00:00+08:00Copyright (c) 2025 Ahmad Ramdani Chairi, Reni Anggrianihttps://jkh.unram.ac.id/index.php/jkh/article/view/268Kewenangan Kementerian Agama Dalam Penyelenggaraan Pendidikan Dasar Dan Menengah Berdasarkan Uu No. 20 Tahun 2003: Tinjauan Terhadap Kepastian Hukum2025-10-22T15:36:43+08:00Balqis Sabilla[email protected]Linda Rahma Wati[email protected]Sonia Ivana Barus[email protected]<p>Penelitian ini menganalisis kewenangan Kementerian Agama dalam penyelenggaraan pendidikan dasar dan menengah berdasarkan UU No. 20 Tahun 2003 dengan bingkai teori kepastian hukum. Latar belakangnya adalah kebutuhan mengatasi dualisme pengaturan antara satuan pendidikan yang dibina Kemenag dan kementerian teknis lain, meski berada dalam satu sistem nasional dan wajib memenuhi Standar Nasional Pendidikan (SNP). Penelitian menggunakan metode yuridis normatif dengan statute approach dan conceptual approach, serta analisis preskriptif-analitis. Hasil menunjukkan bahwa UU 20/2003 memberikan kepastian hukum formal (pengakuan jenis keagamaan dan kesetaraan bentuk MI/MTs/MA/MAK), namun kepastian material menuntut demarkasi kewenangan yang lebih terang pada regulasi turunan agar tidak terjadi tumpang tindih standar, akreditasi, kurikulum, kualifikasi pendidik, dan data. Disarankan penerbitan regulasi pelaksana bersama yang memetakan domain kekhasan vs domain SNP, harmonisasi data pendidikan, SOP mobilitas dan rekognisi hasil belajar lintas satuan setara, serta penguatan mekanisme koordinasi dan akuntabilitas agar penyelenggaraan oleh Kemenag berjalan pasti, terukur, dan setara dalam satu sistem pendidikan nasional<em>.</em></p>2025-11-05T00:00:00+08:00Copyright (c) 2025 Balqis Sabilla, Linda Rahma Wati, Sonia Ivana Barushttps://jkh.unram.ac.id/index.php/jkh/article/view/250Hubungan Pemahaman Kode Etik Keperawatan Dengan Kualitas Pelayanan Perawat Pada Praktek Mandiri Keperawatan2025-10-27T14:39:45+08:00RB. Soemanto[email protected]Saelan elan[email protected]Sahuri Teguh Kurniawan[email protected]Wahyu Rizky[email protected]<p>Kualitas layanan keperawatan merupakan aspek fundamental dalam praktik keperawatan, termasuk dalam Praktik Keperawatan Mandiri. Perawat, sebagai tenaga kesehatan profesional, diharuskan memberikan layanan optimal sesuai dengan standar profesional yang berlaku dan kode etik keperawatan. Kode etik keperawatan berfungsi sebagai pedoman dasar yang mengatur perilaku dan etika profesional perawat dalam praktik keperawatan. Pemahaman yang kuat tentang kode etik keperawatan sangat penting karena menjadi landasan dalam pengambilan keputusan klinis dan penyediaan layanan keperawatan berkualitas. Studi ini bertujuan untuk menganalisis hubungan antara pemahaman kode etik keperawatan dan kualitas layanan keperawatan yang diberikan oleh perawat dalam praktik keperawatan mandiri. Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif dengan pendekatan cross-sectional. Sampel penelitian terdiri dari perawat yang terlibat dalam praktik keperawatan mandiri, dipilih menggunakan teknik sampling purposif. Pengumpulan data dilakukan melalui kuesioner untuk menilai tingkat pemahaman terhadap kode etik keperawatan dan kualitas layanan yang diberikan. Analisis data dilakukan menggunakan uji korelasi rank Spearman. Hasil analisis bivariat menunjukkan bahwa dari 30 perawat dalam sampel, 29 perawat (96,67%) memiliki pemahaman yang benar terhadap kode etik keperawatan, sementara 1 perawat (3,33%) memiliki pemahaman yang salah. Mengenai kepuasan layanan, 15 perawat (50%) setuju dengan kualitas layanan yang diberikan, sedangkan 15 perawat lainnya (50%) sangat setuju. Uji korelasi rank Spearman menghasilkan nilai gamma sebesar -1,000 dengan nilai p sebesar 0,00. Nilai p kurang dari 0,05 menunjukkan hubungan yang sangat signifikan antara pemahaman kode etik keperawatan dan kepuasan layanan yang diberikan oleh perawat.</p>2025-11-29T00:00:00+08:00Copyright (c) 2025 RB. Soemanto, Saelan, Sahuri Teguh Kurniawan, Wahyu Rizkyhttps://jkh.unram.ac.id/index.php/jkh/article/view/281Penerapan Restorative Justice Untuk Tindak Pidana Korupsi Didasarkan Pada Prinsip Equality Before The Law 2025-11-21T15:37:50+08:00Gina Azhara Nabilla. R[email protected]Dera Marshanda[email protected]<p>Penelitian ini mengkaji isu hukum dari Putusan Mahkamah Agung Nomor 28/P/HUM/2021 yang mencabut syarat justice collaborator bagi narapidana korupsi untuk memperoleh remisi. Pencabutan ini menimbulkan dilema antara kebutuhan menjamin kesetaraan di hadapan hukum (equality before the law) dan komitmen mempertahankan korupsi sebagai kejahatan luar biasa (extraordinary crime). Selain menelaah dasar pertimbangan normatif putusan tersebut, artikel ini juga melihat dampaknya terhadap arah kebijakan pemidanaan, termasuk bagaimana perubahan syarat remisi dapat mempengaruhi efektivitas hukuman bagi pelaku korupsi. Artikel ini lebih lanjut meninjau relevansi konsep keadilan restoratif (restorative justice) dalam konteks tindak pidana korupsi, terutama terkait karakter kejahatannya yang menimbulkan kerugian luas dan berdampak sistemik. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis implementasi Putusan MA tersebut dalam proses pemberian remisi bagi terpidana korupsi serta mengevaluasi bagaimana prinsip equality before the law dan gagasan restorative justice diterapkan, terutama dalam hubungannya dengan upaya mempertahankan kualitas pemberantasan korupsi di Indonesia. Metode yang digunakan adalah penelitian hukum normatif dengan pendekatan studi kepustakaan melalui penelaahan peraturan perundang-undangan, doktrin, dan putusan pengadilan. Analisis dilakukan secara kualitatif menggunakan teknik analisis isi untuk menilai konsistensi kebijakan dengan tujuan pemidanaan dan prinsip keadilan yang berlaku. Hasil penelitian menunjukkan bahwa meskipun Putusan MA ini bertumpu pada prinsip kesetaraan formal, implikasinya dinilai melemahkan efektivitas pemberantasan korupsi. Hilangnya syarat justice collaborator menjadikan remisi lebih mudah diajukan, sehingga mengurangi fungsi pencegahan, memperlemah efek jera, dan tidak sejalan dengan keadilan substantif yang diperlukan untuk menangani kejahatan luar biasa. Konsep restorative justice juga dipandang kurang tepat diterapkan pada korupsi berskala besar, karena kerugiannya bersifat kolektif dan tidak dapat dipulihkan melalui mekanisme pemulihan personal. Temuan ini menggambarkan adanya ketidakseimbangan antara keadilan formal dan substantif dalam kebijakan remisi pasca putusan tersebut, yang pada akhirnya berpengaruh terhadap efektivitas dan integritas sistem penegakan hukum terhadap korupsi.</p>2025-11-29T00:00:00+08:00Copyright (c) 2025 Gina Azhara Nabilla. R, Dera Marshandahttps://jkh.unram.ac.id/index.php/jkh/article/view/279Revisi Undang-Undang TNI Dan Hak Digital Warga Negara: Antara Keamanan Nasional Dan Tantangan Demokrasi Digital2025-11-26T10:12:12+08:00Dimas Kurnia Iqram[email protected]Ilham Agusyanda[email protected]Dody Heryanto Sitorus[email protected]<p>Kemajuan teknologi informasi telah membawa transformasi signifikan dalam berbagai aspek kehidupan masyarakat, termasuk dalam hal perlindungan hak asasi manusia di era digital. Disahkannya Revisi Undang-Undang TNI tahun 2025 memperluas peran militer ke sektor keamanan siber, yang memunculkan kekhawatiran mengenai potensi pelanggaran hak-hak digital warga negara, seperti hak privasi, kebebasan berpendapat, dan akses terhadap informasi. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji dampak yang mungkin timbul dari perluasan fungsi TNI di ranah siber terhadap hak digital warga negara berdasarkan perspektif demokrasi digital dan prinsip-prinsip konstitusi. Metode penelitian yang diterapkan menggunakan pendekatan normatif melalui analisis hukum, studi pustaka, serta evaluasi kritis atas praktik ketatanegaraan pasca perubahan UU TNI. Studi ini menemukan bahwa revisi Undang-Undang TNI yang memperluas keterlibatan militer dalam ranah keamanan siber berpotensi memperkuat kapasitas negara dalam menghadapi ancaman digital, namun sekaligus menimbulkan risiko terhadap perlindungan hak digital warga negara, terutama terkait privasi, kebebasan berekspresi, dan perlindungan data pribadi. Dari perspektif demokrasi digital, penguatan keamanan nasional perlu diimbangi dengan mekanisme kontrol sipil yang efektif, transparansi regulasi, serta kepastian batas kewenangan militer di ruang siber agar tidak terjadi tumpang tindih peran dengan otoritas sipil. Penelitian ini merekomendasikan penyusunan aturan turunan yang lebih jelas mengenai ruang lingkup tugas TNI di bidang siber, penguatan peran lembaga pengawas independen, serta integrasi prinsip hak asasi manusia ke dalam kebijakan keamanan digital guna memastikan bahwa upaya menjaga keamanan nasional tetap sejalan dengan nilai demokrasi dan perlindungan hak warga negara.</p>2025-11-30T00:00:00+08:00Copyright (c) 2025 Dimas Kurnia Iqram, Ilham Agusyanda, Dody Heryanto Sitorushttps://jkh.unram.ac.id/index.php/jkh/article/view/267Urgensi Pengaturan Jabatan Wakil Kepala Daerah Dalam UUD 1945 Untuk Memperkuat Sistem Pemerintahan Daerah2025-11-27T09:01:10+08:00Adhe Ismail Ananda[email protected]A. Muhammad Hasgar A.S.[email protected]Mardiana Hasbullah[email protected]Putri M.S. Pa[email protected]<p>Ketiadaan pengaturan eksplisit mengenai jabatan wakil kepala daerah dalam UUD 1945 menimbulkan persoalan legitimasi konstitusional yang berdampak pada ketidakseimbangan relasi kekuasaan, rivalitas politik, serta inefektivitas penyelenggaraan pemerintahan daerah. Karena hanya diatur dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014, jabatan ini bersifat delegatif sehingga kedudukannya lemah dan rentan mengalami perubahan sesuai dinamika politik. Melalui metode penelitian hukum normatif dengan pendekatan perundang-undangan, konseptual, dan historis, penelitian ini menemukan bahwa ketiadaan dasar konstitusional telah menciptakan kekosongan struktural dalam desain kelembagaan daerah. Oleh sebab itu, pengaturan konstitusional menjadi sangat mendesak untuk memperjelas kedudukan, fungsi, dan kewenangan wakil kepala daerah, serta mengharmoniskan kembali hubungan kelembagaan antara kepala daerah dan wakilnya. Penelitian ini merekomendasikan agar UUD 1945 secara tegas mengatur keberadaan jabatan tersebut sekaligus membangun atribusi kewenangan yang tidak bergantung pada pendelegasian kepala daerah serta memperkuat mekanisme pengisian jabatan guna menjamin kesinambungan pemerintahan. Melalui penguatan konstitusional tersebut, diharapkan tercipta sistem pemerintahan daerah yang lebih stabil, akuntabel, dan efektif.</p>2025-12-01T00:00:00+08:00Copyright (c) 2025 Adhe Ismail Ananda, A. Muhammad Hasgar A.S., Mardiana Hasbullah, Putri M.S. Pahttps://jkh.unram.ac.id/index.php/jkh/article/view/297Transformasi Perlindungan Hukum Terhadap Kekerasan Seksual Anak Dan Perempuan Di Era Baru2025-12-04T11:00:58+08:00B. Farhana Kurnia Lestari[email protected]Dhina Megayati[email protected]<p>Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Bagaimana pengaturan dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 merekonstruksi paradigma perlindungan korban, khususnya terkait bentuk-bentuk perlindungan hukum pidana dan hak restitusi bagi korban kekerasan seksual anak dan perempuan. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum Normatif untuk Menganalisis isi dan konsep yang terkandung dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual. menguji legitimasi dan validitas Perda NTB Nomor 3 Tahun 2025.pendekatan yang digunakan adalah Pendekatan Perundang-undangan (Statute Approach) untuk menelaah pasal-pasal UU TPKS dan Pendekatan Konseptual (Conceptual Approach) untuk mengkaji teori-teori perlindungan korban, restitusi, dan paradigma pro-korban. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual telah berhasil merekonstruksi paradigma perlindungan korban, secara fundamental menggeser fokus hukum pidana dari retributif sentris menjadi korban sentris (victim-centered), khususnya bagi anak dan perempuan. Rekonstruksi ini diwujudkan melalui dua pilar utama yaitu (1) Perlindungan Hukum Pidana Komprehensif, yang menjamin hak-hak proses peradilan, penanganan trauma informed, dan pencegahan reviktimisasi oleh Aparat Penegak Hukum (APH) dan lembaga layanan; serta (2) Jaminan Pemulihan Finansial, dengan menjadikan Restitusi (ganti kerugian oleh pelaku) dan Kompensasi (jaminan negara melalui LPSK jika pelaku tidak mampu) sebagai hak korban yang wajib dipenuhi sejak tahap penyidikan. sehingga Undang-undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual menegaskan bahwa tanggung jawab negara tidak hanya terbatas pada penghukuman pelaku, tetapi mencakup pemulihan menyeluruh (recovery) dan pemenuhan keadilan restoratif bagi korban</p> <p><em>Kata kunci: </em>Rekonstruksi <em>Paradigma; Perlindungan Korban; Hukum Pidana; Kekerasan Seksual Anak dan Perempuan.</em></p>2025-12-17T00:00:00+08:00Copyright (c) 2025 B. Farhana Kurnia Lestari, Dhina Megayatihttps://jkh.unram.ac.id/index.php/jkh/article/view/294Dampak Hukum Regulasi Daerah Terhadap Pengelolaan Pariwisata Berkelanjutan Di Nusa Tenggara Barat2025-12-04T09:50:53+08:00Sukarno Sukarno[email protected]Hafizatul Ulum[email protected]<p>Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kesesuaian Peraturan Daerah (Perda) Nusa Tenggara Barat Nomor 3 Tahun 2025 tentang pembagian urusan pariwisata dengan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, serta menelaah implikasi hukum administrasi terhadap potensi tumpang tindih kewenangan antara pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota akibat pengaturan operasional lintas wilayah dalam Perda tersebut. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum normatif dengan fokus pada pengujian legitimasi dan validitas Perda NTB Nomor 3 Tahun 2025. Berdasarkan asas lex superior derogat legi inferiori, Perda harus selaras dengan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 karena fungsi Perda adalah sebagai instrumen pelaksana teknis, bukan sebagai perumus ulang pembagian urusan pemerintahan. Perda akan kehilangan legitimasi dan dianggap bertentangan dengan prinsip desentralisasi apabila materi muatannya mengambil alih kewenangan yang secara eksplisit menjadi hak kabupaten/kota, khususnya dalam aspek perizinan operasional. Potensi tumpang tindih kewenangan yang muncul dapat dikategorikan sebagai pelanggaran terhadap Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Baik (AUPB), yang berimplikasi pada terjadinya maladministrasi, ketidakpastian hukum, hingga sengketa di Peradilan Tata Usaha Negara (PTUN). Lebih lanjut, Perda tersebut berisiko dibatalkan melalui uji materiil oleh Mahkamah Agung atau melalui pembatalan oleh pemerintah pusat. Oleh karena itu, penyusunan Perda harus dilakukan secara cermat untuk menghindari tindakan ultra vires serta memastikan tata kelola pariwisata yang efektif, efisien, dan sesuai dengan prinsip otonomi daerah.</p> <p> </p>2025-12-17T00:00:00+08:00Copyright (c) 2025 Sukarno Sukarno; Hafizatul Ulumhttps://jkh.unram.ac.id/index.php/jkh/article/view/278Pendayagunaan ChatGPT Sebagai Artificial Intelligence dalam Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial2025-11-16T14:31:18+08:00Rahmawati Kusuma[email protected]Zaeni Asyhadie[email protected]Wahyuddin Wahyuddin[email protected]<p>Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penggunaan ChatGPT sebagai artificial intelligence dalam penyelesaian perselisihan hubungan industrial. Permasalahan yang ada dalam penelitian ini diantaranya bagaimana pendayagunaan ChatGPT dalam penyelesaian perselisihan Hubungan Industrian dan bagaimana cara kerja ChatGPT dalam memberikan Keputusan. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode normatif empiris yang mengkaji dair sumber buku dan literatur lainyya. Diharapkan dengan adanya penelitian ini dapat memberikan manfaat bagi publikasi ilmiah. Hasil yang didapat dari penelitian ini Adalah pendayagunaan ChatGPT dalam penyelesaian perselisihan hubungan industrial memberikan manfaat signifikan dalam efisiensi, kualitas dokumen, dan pengayaan strategi penyelesaian sengketa. Namun, penggunaannya harus dilakukan secara hati-hati, mematuhi peraturan, serta selalu diverifikasi oleh tenaga ahli atau pihak berwenang. ChatGPT bukan pengganti peran mediator atau pengadilan, tetapi sebagai assistant tool yang dapat memperkuat proses penyelesaian. Dari beberapa faktor yang telah dijabarkan tersebut, maka ChatGPT harus digunakan secara bijak dengan tetap mempertimbangkan kekurangan dan kelebihan serta dampak yang akan timbul kedepannya. Namun tidak dapat dipungkiri ChatGPT tetap bermanfaat dan dapat digunakan sebagai alat bantu (supporting tool) tapi bukan dijadikan alat utama dalam penyelesaian perselisihan hubungan industrial. Oleh karena itu, hasil dari ChatGPT harus selalu diverifikasi dengan peraturan perundang-undangan, yurisprudensi, dan analisis dari pihak yang berwenang.</p>2025-12-02T00:00:00+08:00Copyright (c) 2025 Rahmawati Kusuma, Zaeni Asyhadie, Wahyuddin Wahyuddinhttps://jkh.unram.ac.id/index.php/jkh/article/view/266Efektivitas Pengadilan Hubungan Industrial Mataram Dalam Penyelesain Perselisihan Hubungan Industrial2025-10-23T11:08:41+08:00Zaeni Asyhadie[email protected]Rahmawati Kusuma[email protected]Mohammad Irfan[email protected]<p>Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Efektivitas Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial melalui Pengadilan Hubungan Industrial dan faktor-faktor apakah yang mepengaruhi tingkat keffektifan penyelesaianya. Penelitian dilakukan secara normatif, yaitu penelitian yang didasarkan pada penelaahan konsep-konsep dasar, doktrin-doktrin, asas-asas norma hukum atau perundang-undangan yang berlaku. Dari hasil penelitian diketahui, bahwa dari 15 kasus perselisihan hubungan industrial yang terjadi dalam 3 (dua) tahun terkahir 13 kasus dapat diselesaikan oleh Pengadilan Hubungan Industrial Mataram secara effektif. Sedangkan faktor yang mempengaruhi keefektifan penyelesaian perselisihan hubungan industrial tersebut selain oleh faktor hukum, penegak hukumnya, juga faktor mental dan kualitas dari para pihak yang terkait sesuai dengan yang ditetapkan oleh peraturan perundang-undangan.</p>2025-12-17T00:00:00+08:00Copyright (c) 2025 Zaeni Asyhadie, Rahmawati Kusuma, Mohammad Irfanhttps://jkh.unram.ac.id/index.php/jkh/article/view/299Kajian Yuridis Penetapan Nilai BPHTB Dalam Proses Jual Beli Hak Atas Tanah2025-12-05T14:57:55+08:00Arief Rahman[email protected]Wiwiek Wahyuningsih[email protected]Shinta Andriyani[email protected]Diman Ade Mulada[email protected]<p>Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis mekanisme penetapan BPHTB dalam jual beli hak atas tanah dan Menganalisis relevansi harga transaksi dalam jual beli ha katas tanah terhadap penetapan biaya BPHTB. Adapun Kesimpulan dari hasil penelitian ini adalah bahwa mekanisme penetapan BPHTB dalam jual beli hak atas tanah melalui beberapa tahapan yaitu: proses penetapan antaralain penepan objek pajak, penetapan subjek dan wajib pajak, serta penetapan tarif; Pengisian Surat Setoran Pajak Daerah (SSPD) BPHTB; Proses Penghitungan BPHTB; Proses Penelitian (Verifikasi); dan Proses Pembayaran BPHTB. Relevansi Harga Transaksi Dalam Jual Beli Hak Atas Tanah Terhadap Penetapan Biaya Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan.memiliki relevansi karena harga transaksi dalam jual beli tanah sangat relevan terhadap penetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) karena harga transaksi menjadi salah satu dasar penentuan Nilai Perolehan Objek Pajak (NPOP) yang digunakan untuk menghitung BPHTB. Semakin tinggi harga transaksi (sesuai harga pasar), smaka emakin tinggi pula NPOP, dan akhirnya BPHTB terutang tersebut harus dibayar oleh pembeli.</p>2025-12-17T00:00:00+08:00Copyright (c) 2025 Arief Rahman, Wiwiek Wahyuningsih, Shinta Andriyani, Diman Ade Muladahttps://jkh.unram.ac.id/index.php/jkh/article/view/296Kepastian Hukum Dan Efektivitas Fasilitas Investasi Dalam Studi Komparatif Peraturan Insentif Investasi Antara Indonesia Dan Vietnam2025-12-01T11:53:52+08:00Septira Putri Mulyana[email protected]R. Fahmi Natigor Daulay[email protected]<p>Persaingan dalam menarik Penanaman Modal Asing (Foreign Direct Investment/FDI) di kawasan Asia Tenggara semakin meningkat, terutama antara Indonesia dan Vietnam sebagai dua negara dengan pertumbuhan ekonomi terbesar di ASEAN. Indonesia telah memperkenalkan reformasi regulasi melalui Undang-Undang Cipta Kerja dan sistem perizinan berbasis risiko (OSS-RBA), sementara Vietnam mempertahankan rezim investasi yang kompetitif melalui penyederhanaan prosedur, konsistensi kebijakan, serta perluasan insentif fiskal dan non-fiskal. Penelitian ini bertujuan menganalisis tingkat kepastian hukum dan efektivitas fasilitas investasi di kedua negara melalui pendekatan yuridis normatif dan metode perbandingan hukum. Hasil penelitian menunjukkan bahwa meskipun Indonesia menawarkan skema insentif yang beragam, implementasinya sering menghadapi hambatan berupa perubahan kebijakan, birokrasi berlapis, dan kurangnya kepastian prosedural. Sebaliknya, Vietnam menunjukkan efektivitas lebih tinggi karena stabilitas regulasi, mekanisme administrasi terpusat, dan kepastian dalam pemberian insentif. Perbedaan ini berdampak langsung pada realisasi FDI, di mana Vietnam secara konsisten mencatatkan pertumbuhan lebih tinggi dalam satu dekade terakhir. Studi ini menyimpulkan bahwa Indonesia perlu melakukan penyederhanaan regulasi, penguatan kepastian hukum, dan konsolidasi kelembagaan investasi untuk meningkatkan daya saing global dan efektivitas fasilitas investasi. Dengan demikian, penelitian ini merumuskan dua pertanyaan utama yaitu bagaimana tingkat kepastian hukum dan efektivitas fasilitas investasi di Indonesia dibanding Vietnam, dan upaya apa yang dapat dilakukan Indonesia untuk meningkatkan efektivitas fasilitas investasi melalui penguatan kepastian hukum dan prosedur implementasi.</p>2025-12-17T00:00:00+08:00Copyright (c) 2025 Septira Putri Mulyana, R. Fahmi Natigor Daulayhttps://jkh.unram.ac.id/index.php/jkh/article/view/289Pertanggungjawaban Pemerintah Desa Terhadap Pencantuman Klausul Eksonerasi Pada Parkir Objek Wisata2025-11-29T12:22:52+08:00Riska Ari Amalia[email protected]Rahmadani Rahmadani[email protected]Iskandar Sukmana[email protected]<p>Karena Desa Aik Dewa merupakan salah satu desa wisata di Kabupaten Lombok Timur, maka stakeholder terkait perlu diberi pemahaman mengenai pengelolaan parkir. Sebab, jaminan keamanan juga sangat mempengaruhi jumlah wisatawan yang berkunjung. Sehingga penting untuk mitigasi hukum dalam menjaga pariwisata di daerah tersebut. Berdasarkan uraian diatas maka pengabdian ini bertujuan untuk memberikan materi mengenai pertanggungjawaban pemerintah desa terhadap klausul eksonerasi, mengingat Desa Aik Dewa memiliki objek wisata yang didatangi masyarakat dari berbagai daerah, dan pastinya membawa kendaraan. Penyuluhan dilaksanakan dengan menggunakan metode ceramah dan diskusi dengan mengundang pemerintah desa, anggota BPD, dan pengurus BUMDes. Kesimpulan penyuluhan ini adalah jika terjadi kelalaian dari pihak pelaku usaha (pengelola parkir), maka pihak yang seharusnya bertanggungjawab untuk pengembalian kendaraan adalah unit BUMDesa pengelola desa wisata, yang mana BUMDesa merupakan unit usaha desa yang melibatkan pemerintah desa. Sehingga pemerintah desa dapat dimintai pertanggungjawaban jika unit BUMDesa tersebut gagal mengganti rugi kendaraan parkir yang hilang</p>2025-12-07T00:00:00+08:00Copyright (c) 2025 Riska Ari Amalia, Rahmadani, Iskandar Sukmanahttps://jkh.unram.ac.id/index.php/jkh/article/view/274Upaya Paksa Dalam Ruu Kuhap: Perspektif Model Sistem Peradilan Pidana2025-11-15T16:42:00+08:00Ahwan[email protected]Nunung Rahmania[email protected]<p>Dimensi upaya paksa dalam RUU KUHAP menjadi aspek yang memunculkan diskursus. Praktik penegakan hukum menunjukan bahwa upaya paksa rentan terhadap penyalahgunaan wewenang yang berdampak pada pelanggaran hak yang dimiliki oleh tersangka maupun terdakwa. Seringnya, nilai-nilai yang mendasari suatu rumusan norma mengambil porsi yang signifikan terhadap gambaran implementasi dari norma tersebut. Membedah rumusan upaya paksa dalam RUU KUHAP dapat menjadi kajian akademis yang penting untuk melihat karakter pengaturan dan nilai-nilai yang melatarbelakangi perumusanya. Tulisan ini hendak mendayagunakan konsep model sistem peradilan pidana sebagai instrumen analisis dalam membedah ketentuan tentang upaya paksa. Karakteristik tulisan ini kompatibel jika menggunakan jenis penelitian hukum doktrinal dengan mendayagunakan pendekatan undang-undang dan pendekatan konsep. Tulisan ini melihat bahwa ketentuan tentang upaya paksa dalam RUU KUHAP sebagian besar mencerminkan nilai-nilai dari due process model, meski demikian nilai-nilai tersebut tidak terlihat sebagai suatu ideologi yang mendominasi, namun merupakan suatu konsep keseimbangan dari kewenangan upaya paksa yang dimiliki oleh aparat penegak hukum. Model-model lain seperti victims right model juga secara tersirat diadopsi oleh RUU KUHAP. Kombinasi dari model-model tersebut setidaknya mampu mengabsorpsi keseimbangan antara kekuasaan negara, hak tersangka dan terdakwa serta peran korban dalam sistem peradilan pidana. Model kombinasi ini juga diharapkan mampu mendorong iklim penegakan hukum yang lebih baik ke depanya. Tulisan ini menjadi salah satu kontribusi akademik terhadap proses penyusunan KUHAP yang sedang berlangsung. </p>2025-11-29T00:00:00+08:00Copyright (c) 2025 Ahwan, Nunung Rahmaniahttps://jkh.unram.ac.id/index.php/jkh/article/view/270Keabsahan dan Perlindungan Hukum Perjanjian Kawin dalam Perkawinan Siri menurut Hukum Positif2025-10-24T10:06:15+08:00Ayang Afira Anugerahayu[email protected]R. Fahmi Natigor Daulay[email protected]<p>Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis keabsahan dan perlindungan hukum terhadap perjanjian kawin dalam perkawinan siri di Indonesia dengan menyoroti kesenjangan antara legitimasi agama dan legalitas negara. Penelitian ini menggunakan metode hukum normatif dengan pendekatan perundang-undangan, doktrin hukum, dan analisis putusan Mahkamah Konstitusi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perjanjian kawin siri sah secara kontraktual berdasarkan asas kebebasan berkontrak sebagaimana diatur dalam Pasal 1338 KUH Perdata, namun tidak memiliki kekuatan hukum formil karena perkawinan siri tidak dapat dicatatkan. Legitimasi hukum penuh hanya berlaku bagi perjanjian kawin yang dilakukan dalam perkawinan sah dan tercatat menurut Pasal 29 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 sebagaimana ditegaskan melalui Putusan MK No. 69/PUU-XIII/2015. Mekanisme itsbat nikah berfungsi sebagai instrumen yuridis untuk melegitimasi perkawinan siri sekaligus memperkuat perlindungan hukum terhadap anak sebagaimana diatur dalam Putusan MK No. 46/PUU-VIII/2010. Penelitian ini berkontribusi dengan menawarkan gagasan registrasi perjanjian privat perkawinan sebagai alternatif kebijakan untuk menjembatani dualisme antara hukum agama dan hukum negara dalam mewujudkan kepastian hukum.</p>2025-11-15T00:00:00+08:00Copyright (c) 2025 Ayang Afira Anugerahayu, R. Fahmi Natigor Daulay