Penerapan Restorative Justice Untuk Tindak Pidana Korupsi Didasarkan Pada Prinsip Equality Before The Law (Analisis Terhadap Putusan Mahkamah Agung Nomor 28/P/HUM/2021)
Main Article Content
Abstract
Penelitian ini mengkaji isu hukum dari Putusan Mahkamah Agung Nomor 28/P/HUM/2021 yang mencabut syarat justice collaborator bagi narapidana korupsi untuk memperoleh remisi. Pencabutan ini menimbulkan dilema antara kebutuhan menjamin kesetaraan di hadapan hukum (equality before the law) dan komitmen mempertahankan korupsi sebagai kejahatan luar biasa (extraordinary crime). Selain menelaah dasar pertimbangan normatif putusan tersebut, artikel ini juga melihat dampaknya terhadap arah kebijakan pemidanaan, termasuk bagaimana perubahan syarat remisi dapat mempengaruhi efektivitas hukuman bagi pelaku korupsi. Artikel ini lebih lanjut meninjau relevansi konsep keadilan restoratif (restorative justice) dalam konteks tindak pidana korupsi, terutama terkait karakter kejahatannya yang menimbulkan kerugian luas dan berdampak sistemik. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis implementasi Putusan MA tersebut dalam proses pemberian remisi bagi terpidana korupsi serta mengevaluasi bagaimana prinsip equality before the law dan gagasan restorative justice diterapkan, terutama dalam hubungannya dengan upaya mempertahankan kualitas pemberantasan korupsi di Indonesia. Metode yang digunakan adalah penelitian hukum normatif dengan pendekatan studi kepustakaan melalui penelaahan peraturan perundang-undangan, doktrin, dan putusan pengadilan. Analisis dilakukan secara kualitatif menggunakan teknik analisis isi untuk menilai konsistensi kebijakan dengan tujuan pemidanaan dan prinsip keadilan yang berlaku. Hasil penelitian menunjukkan bahwa meskipun Putusan MA ini bertumpu pada prinsip kesetaraan formal, implikasinya dinilai melemahkan efektivitas pemberantasan korupsi. Hilangnya syarat justice collaborator menjadikan remisi lebih mudah diajukan, sehingga mengurangi fungsi pencegahan, memperlemah efek jera, dan tidak sejalan dengan keadilan substantif yang diperlukan untuk menangani kejahatan luar biasa. Konsep restorative justice juga dipandang kurang tepat diterapkan pada korupsi berskala besar, karena kerugiannya bersifat kolektif dan tidak dapat dipulihkan melalui mekanisme pemulihan personal. Temuan ini menggambarkan adanya ketidakseimbangan antara keadilan formal dan substantif dalam kebijakan remisi pasca putusan tersebut, yang pada akhirnya berpengaruh terhadap efektivitas dan integritas sistem penegakan hukum terhadap korupsi.
Article Details

This work is licensed under a Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0 International License.
References
“ICW Kritik Aturan Ketat Remisi Koruptor Dicabut, Dalil MA Dibantah,” CNN Indonesia.
Fadilah MS, “Aspek Yuridis Pemberian Remisi Terhadap Narapidana Korupsi” (Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, n.d.).
Hafrida dan Usman, Keadilan Restoratif (Restorative Justice) Dalam Sistem Peradilan Pidana, 1st ed. (Yogyakarta: Penerbit Deepublish, 2024), https://repository.unja.ac.id/64223/1/Buku%20Keadilan%20Restoratif_v.2.0_Full%20ISBN.pdf.
Ilham Wira Pratama, “Tindak Pidana Korupsi Sebagai Pelanggaran Hak Asasi Manusia,” Lex Renaissance 4, no. 1 (2019).
Indriya Setyawati, Penghapusan Syarat Narapidana Korupsi Sebagai Justice Collaborator untuk Mendapatkan Remisi (Studi Kasus Putusan Mahkamah Agung Nomor 28 P/Hum) (Palembang, 2022).
Muhaimin, Metode Penelitian Hukum (Mataram: Mataram University Press, 2020).
Nur Rochaeti Tarekh Candra D* dan R. B. Sularto, “Peran Serta Masyarakat dalam Pembinaan Narapidana Berdasarkan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan Kelas II A Kabupaten Kendal,” Diponegoro Law Journal 5, no. 4 (September 2016): 13276, doi:10.14710/dlj.2016.13276.
Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum: Edisi Revisi (Jakarta: Kencana Prenada Media Grup, 2005).
Putri Azzahra Aulia, Chindi Jania, dan Salbilla Dwi Andrian, “Dampak Korupsi Terhadap Perekonomian dan Kehidupan Sosial,” Jurnal Multidisiplin Ilmu Akademik 2, no. 2 (2025).
Refi Meidiantama dan Donna Exsanti Charinda, “Perbandingan Pengaturan Tindak Pidana Korupsi Dalam Pembaharuan KUHP Nasional (Comparison of Corruption Crime Regulations in the Reform of the National Criminal Code),” Kajian Ilmiah Hukum dan Kenegaraan (KIHAN) 3 (2024), file:///C:/Users/CACC/Downloads/4573%20(1).pdf.
Rezky Pratama dan Iyah Faniyah, “Pemberian Remisi Terhadap Narapidana Korupsi Dalam Perspektif Hak Asasi Manusia,” Ekasakti Legal Science Journal 2, no. 2 (2025).
Ulfah Maria, “Analisis Putusan Mahkamah Agung Terkait Pencabutan Pengetatan Remisi Bagi Pelaku Tindak Pidana Korupsi (Studi Kasus Putusan Mahkamah Agung Nomor Perkara 28P/Hum/2021)” (UIN Prof. KH Saifuddin Zuhri, 2022).
Vanessa Regita Anjani, “Ratio Dicendi Putusan Mahkamah Agung Nomor 28 P/Hum/2021 Tentang Penghapusan Justice Collabolator Sebagai Syarat Pembebasan Bersyarat Bagi Terpidana Koruptor Dalam Perspektif Keadilan,” Journal of Correctional, no. 5 (2022).