Pajak (Upeti) Majapahit (Wilwatikta) Dalam Meningkatkan Ekonomi Di Era Otonomi
Main Article Content
Abstract
Di Indonesia sebelum kedatangan bangsa Eropa, kerajaan seperti Majapahit dan Mataram sudah mengenal bentuk pajak tanah dan pajak tidak langsung terhadap barang dagangan. Pejabat kerajaan pemungut pajak tidak digaji oleh kerajaan, maka sering kali mereka menerapkan pajak secara berlebihan. Upeti perorangan ataupun kelompok orang diberikan kepada raja atau penguasa sebagai bentuk penghormatan dan tunduk patuh pada kekuasaan raja atau penguasa suatu wilayah Indonesia merupakan bentuk pajak pada zaman kerajaan-kerajaan di Indonesia tumbuh. Upeti tersebut berupa hasil bumi dan pemajakan barang perdagangan. Sebagai imbalannya maka rakyat mendapat pelayanan keamanan dan jaminan ketertiban. Di kerajaan Mataram raja-raja sudah melaksanakan hidup swasembada dan otonom. Penyerahan tersebut lebih besar pada kepentingan ekonomi daerah atau kerajaan, membiayai penyelenggaraan pemerintahan setempat, dan membiayai pertanahan dan kekuatan kerajaan.
Article Details
This work is licensed under a Creative Commons Attribution-NonCommercial 4.0 International License.
References
Amelia, 1986, Mata Uang Logam China dari Situs Trowulan (Jakarta: Fakultas Sastra Universitas Indonesia.
Grace Wong, 1984, An Account of the Maritime Trade Routes, between Southeast Asia and China Studies on Ceramic Jakarta: Puslit Arkenas.
Karsono Saputra, et al., 2002, Indonesian Heritage: Sejarah Awal Jakarta: Buku Antar Bangsa.
Marwati Djoened Poesponegoro dan Nugroho Notosusanto, 2008, Sejarah Nasional Indonesia II (Jakarta: Balai Pustaka.
MC. Ricklefs, 1982, Sejarah Indonesia Modern Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Prasasti adalah bukti sumber tertulis yang sangat penting dari masa lalu yang isinya antara lain mengenai kehidupan masyarakat misalnya tentang administrasi dan birokrasi pemerintahan, kehidupan ekonomi, pelaksanaan hukum dan keadilan, sistem pembagian bekerja, perdagangan, agama, kesenian, maupun adat istiadat. Lihat Slamet Muljana, Pemugaran Persada Sejarah Leluhur Majapahit, H. 48.
Prasasti Biluluk (1366 M0, Biluluk II (1393 M), Biluluk III (1395 M). Menyebutkan tentang pengaturan sumber air asin untuk keperluan pembuatan garam dan ketentuan pajaknya. wahan/pucang sireh (buah-buahan terutama pinang), pja (ikan laut/asin), H. 38
Prasasti Kamban (941 M) Meyebutkan bahwa apada tanggal 19 Maret 941 M, Sri Maharaja Rake Hino Sri Isanawikrama Dyah Matanggadewa meresmikan desa Kamban menjadi daerah perdikan (jalur lalulintas).
Rahardjo Supratikno, 2008, Peradaban Jawa, H. 25. Lihat juga Thomas Stamford Raffles, The History of Java Yogyakarta: Narasi.
Sartono Kartidirjo, “Struktur Sosial dari Masyarakat Tradisional dan Kolonialâ€.
Slamet Muljana, 2005, Menuju Puncak Kemegahan: Sejarah Kerajaan Majapahit Yogyakarta: Pelangi Aksara.
Slamet Muljana, 1979, Nagara Kretagama dan Tafsir Sejarahnya Jakarta: Bhatara Karya Aksara, 1979.
Slamet Muljana, 1983, Pemugaran Persada Sejarah Leluhur Majapahit Jakarta: Inti Idayu Press.